4 BAGIAN UTAMA DARI MANDO/MANDAU

MANDO ATAU MANDAU SUKU DAYAK

Mando atau Mandau adalah salah satu senjata suku Dayak yang merupakan pusaka turun temurun dan sebagai barang keramat. Di samping itu Mando juga merupakan alat untuk memotong dan menebas tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lainnya, karena nyaris sebagian besar kehidupan seharian orang Dayak berada di hutan, maka Mando selalu berada dan diikatkan pada pinggang mereka.

Sering kali orang terkecoh antara Mando dan parang atau yang disebut ambang atau apang. Seorang yang tidak terbiasa akan dengan mudah mengira bahwa ambang atau apang adalah Mando karena memang bentuknya sama. Namun bila diperhatikan lebih seksama perbedaan akan ditemukan, yaitu Mando lebih kuat dan luwes karena terbuat dari batu gunung yang mengandung besi dengan proses pengolahan sedemikian rupa. Sedangkan ambang atau apang terbuat dari besi biasa. Mando ada yang bertatah, atau berukir dengan menggunakan emas, perak atau tembaga sedangkan ambang atau apang hanya terbuat dari besi biasa.
Mando atau Ambang Birang Bitang Pono Ajun yang dirawat dengan baik, diyakini bahwa mandau tersebut memiliki kekuatan spiritual yang mampu melindungi mereka dari serangan dan maksud jahat lawan. Di samping itu diyakini bahwa Mando dijaga oleh seorang perempuan, yang apabila pemilik Mando bermimpi dijumpai perempuan penunggu Mando, berarti rezeki.

1. kUMPANG

Berfungsi untuk melindungi bilah dan juga untuk dapat memudahkan dibawanya. Sarung atau kumpang terbuat dari bahan kayu, dihias dengan ukiran yang sangat khas.
Kumpang dihiasi dengan anyaman rotan yang disebut sebagai tempuser undang atau sentra belanak.
Kumpang Mando dibuat dari batang pohon kayu bawang, atau kayu garunggung yang telah tua usianya. Pada umumnya ketika membuat kumpang lebih cendrung dipilih bahan kayu garunggung karena selain mudah dibentuk, juga tidak mudah pecah. Bagian ujung kumpang Mando tempat masuknya mata Mando dilapisi tanduk rusa. Pada kumpang Mando diberi tiga tempuser undang yaitu tiga ikatan yang terbuat dari anyaman rotan. Apabila Tempuser undang berjumlah empat buah berarti Mando tersebut adalah milik pangkalima. Ukiran yang populer digunakan pada kupang Mando ialah ukiran Rambunan Tambun.

Peralatan pada saat membuat kumpang Mando ialah rautan, pisau, jujuk, dan daun ampelas. Agar kumpang Mando menjadi halus dan licin lalu diampelas dengan sejenis daun berbulu yang bernama bajakah tampelas. Pada kumpang Mando biasanya diberi hiasan manik-manik, atau bulu-bulu burung seperti burung haruei, burung tingang, burung tanjaku atau burung baliang.
Kumpang Mando diberi tali yang terbuat dari anyaman rotan. Guna tali untuk mengikat Mando di pinggang karena memang demikianlah cara tepat membawa Mando. Cara memakai Mando yang benar ialah diikat dipinggang kiri, kupang Mando arah kedepan, dan mata Mando menghadap ke atas. Tali kumpang selain dipakai untuk mengikat Mando pada pinggang juga tempat mengikat dan menyimpan penyang yaitu taring-taring binatang dan benda-benda kecil bertuah sebagai jimat.

2. LANGGEI PUAI

Pada bagian depan kumpang dibuat sarung kecil untuk menyimpan Langgei Puai. Langgei Puai ialah sejenis pisau kecil pelengkap Mando. Tangkainya panjang sekitar dua puluh sentimeter dan mata pisaunya berbentuk lebih kecil dari tangkainya. Bentuk mata pisau semakin ke ujung semakin runcing dan sangat tajam. Gunanya untuk membersihkan dan menghaluskan benda-benda seperti rotan, juga berfungsi untuk mengeluarkan duri yang terinjak di telapak kaki, karena di masa yang telah lalu orang Dayak berkelana di hutan tanpa alas kaki.
Langgei Puai selain sebagai pelengkap fisik untuk Mando, juga sebagai pendingin bagi Mando itu sendiri. Dimana Mando fungsi utamanya digunakan sebagai senjata perang. Dan digunakan sebagai alat kayau.
Memasukkan langgei puai kedalam kumpangnya pun ada cara tersendiri. Punggung langgei puai menghadap bagian dari kumpang yang terdapat jahitan.
Kumpang langgei puai melekat pada kumpang Mando. Diikat dengan kain merah. Sehingga Mando dan langgei puai selalu dekat tak terpisahkan.


3. ISIN/LONENG/BILAH

Isin/Loneng ini terbuat dari campuran logam/besi batu gunung (besiq purunt) dan diolah dengan tempaan oleh seorang pengrajin besi. Umumnya Mando dijadikan dari biji besi dengan panjang tepat sekira 50 cm, lebar pangkal 2 cm dan lebar ujung sekira 5 cm dengan berat 335 gram.
Isin/loneng terdiri dari dua sisi utama, komponen punggung yang tumpul dan komponen bawah yang benar-benar tajam. Isin semakin ke ujung akan semakin lebar dan pada pangkalnya dipasangi pulang (ukiran cantik).
Pada permukaan Isin/Loneng terkadang dihias mantaq. Adalah lubang-lubang yang diisi dengan berjenis-jenis macam logam, seperti kuningan, tembaga, emas dan juga perak.
Mando selain dibuat dari besi batu gunung juga bisa dibuat dari besi Mantikei dan diukir.
Besi mantikei banyak ditemukan di daerah :
• Di Kereng Gambir, sungai Koro Jangkang, Sungai Mantikei anak Sungai Samba simpangan Sungai Katingan.
• Batu Mujat dan Batu Tengger yang terdapat disekitar Pasir Tanah Grogot.
• Di hulu Sungai Mahakam sekitar Long Tepat dan Long Deho, serta sekitar Long Nawang dan Long Pahangai (Kalimantan Timur)
• Batu Montalat yang terdapat di hulu Sungai Montalat anak Sungai Barito (Kabupaten Barito) di daerah Saripoi Barito Hulu.
• Di hulu Sungai Kapuas (Kalimantan Barat) di udik Putu Sibau.
• Di hulu Sungai Baram, daerah Kucing (Serawak Kalimantan Utara).
Dibutuhkan kemampuan memilih bebatuan yang mengandung besi bila mengawali pekerjaan ini. Kemudian bebatuan yang terkumpul mereka masak dalam tumpukan ranting-ranting dan daun kering dengan menggunakan alat yang disebut puputan, hingga batu-batuan itu bernyala. Dalam keadaan bernyala, bebatuan dimasukkan ke dalam air, bebatuan mendidih di air, dan terurai. Butir-butiran besi yang dihasilkan diolah menjadi bahan pembuatan Mando. Besi mantikei sangat keras, tajam, dan elastis, juga mengandung bisa, disamping itu mahluk halus yang punya maksud jahat takut pada daya magis yang dimiliki oleh besi mantikei tersebut.
Membuat Mando dengan besi mantikei prosesnya lebih mudah karena pemanasan cukup sekali saja, tidak perlu diulang-ulang. Setelah sekali dipanaskan, sekali dicelupkan ke dalam air, yang biasa disebut suhup lewa, besi mantikei tersebut dapat segera diproses menjadi bentuk Mando yang diinginkan. Dari tetek tatum diketahui bahwa mereka yang mampu mengolah besi batu gunung menjadi Mando hanyalah Pangkalima Sempung dan Bungai serta anak turunannya saja.
Beberapa model Mando yang dikenal antara lain :
• Model mata Mando Bawin Butung, model hulu Mando, pulang kayuh.
• Model mata Mando Hatuen Balui, model hulu Mando pulang kayuh.
• Model mata Mando bawin Balui, model hulu Mando pulang kayuh.
• Model Bawen Buhu. Bertatah tiga baris, dibagian ujung Mando juga diberi ukiran. Model pulang kayuh Neneng.
• Model Butung Bahun Badulilat. Bertatah dua baris. Mando jenis ini harganya sangat mahal.
• Model Birang. Polos tanpa tatah, dengan pulang model kamau.



4. PULANG/HULU

Pada umumnya pulang dihasilkan dari tanduk rusa atau tanduk kerbau, tetapi ditemui juga yang terbuat dari variasi kayu pilihan.
Pulang Mando juga dibuat berukir dengan menggunakan tanduk rusa untuk warna putih dan tanduk kerbau untuk warna hitam. Namun dapat pula dibuat dengan menggunakan kayu kayamihing. Untuk memproses pembuatan pulang Mando dengan kayu kayamihing, terlebih dahulu batang kayu yang akan digunakan tersebut direndam dalam tanah luncur yaitu tanah yang ditemukan di daerah pantai.
Pada pangka Pulang dihiasi oleh ukiran motif Dayak yang sesuai dengan suku pemiliknya. Ciri unik pulang menyerupai bentuk paruh burung atau bentuk kepala naga.
Pada ujung pulang atau hulu Mando yang menyatu dengan pangkal mandau dihiasi cincin yang disebut dengan kamang/sopak.
Untuk merekatkan Mando dengan pulangnya digunakan getah kayu sambun yang telah terbukti daya rekatnya.
Setelah pulang dan Mando terikat dengan baik, baru kemudian diikat lagi dengan jangang. Kemampuan daya tahan jangang tidak perlu diragukan, namun apabila jangang sulit ditemukan dapat diganti dengan anyaman rotan.
Dibagian ujung pulang Mando diberi juga hiasan dari rambut manusia yang disebut takan..


Sumber :
facebook-Tania Mahesa/Informasi kebudayaan Dayak (IKD).

Comments